Tatoo Art Indonesia – Ferry Irawan melihat dunia tato bukan sekadar pekerjaan, tetapi bagian penting dari hidupnya. Ia mulai menato secara iseng saat kelas 3 SMP, ketika akses informasi masih sangat terbatas. Namun, seiring berjalannya waktu, minat teman-teman SMA terhadap karyanya mulai tumbuh. Dari situ, ia menyadari bahwa seni tato adalah jalan yang layak ditekuni. Meski referensinya sedikit, ia tetap berkreasi dengan mengambil inspirasi dari batik di seprai atau motif kecil di sekelilingnya, sehingga keterbatasan tidak pernah menghentikan langkahnya.
Komunitas Malang yang Membentuk Dasar Keterampilannya
Ketika perkembangan teknologi belum sepesat sekarang, Ferry mengandalkan komunitas Tattoo Malang untuk belajar. Komunitas itu menjadi tempat ia bertanya, mencari referensi, dan mengasah kemampuan. Walaupun internet belum mudah diakses, ia tetap berusaha mengikuti perkembangan teknik dengan observasi visual dan latihan mandiri. Berkat lingkungan yang mendukung, ia merasa lebih percaya diri untuk terus melangkah dalam dunia tato yang awalnya hanya menjadi hobi kecil.
Menghadapi Stigma Sosial dengan Sikap Tenang dan Profesional
Saat membuka jasa tato di lingkungan kampung, Ferry sering menemukan pandangan sinis dari masyarakat. Walaupun begitu, ia memilih tetap tenang, bekerja tertib, dan tidak membuat kegaduhan. Perlahan, lingkungan mulai menerima keberadaannya karena klien yang datang pun orang-orang baik yang menghargai pekerjaannya. Sikapnya yang konsisten membuat stigma itu melemah, dan masyarakat mulai memahami bahwa seni tato tidak selalu berhubungan dengan hal negatif.
Baca Juga : Tampilan Resmi Rich Paul x New Balance 2010 “Plum Brown” Akhirnya Dirilis
Disiplin Kerja untuk Menjaga Kualitas Karya
Selain menjaga reputasi, Ferry juga menekankan disiplin sebagai fondasi pekerjaannya. Ia membatasi waktu kerja hingga sebelum pukul 10 malam agar fokus dan mood tetap stabil. Menurutnya, tattoo artist membutuhkan energi yang segar agar hasilnya tetap maksimal. Di sisi lain, ia juga menjaga etika saat bekerja—khususnya ketika klien meminta tato di area sensitif—dengan meminta mereka memakai pakaian sopan demi keamanan bersama.
Karyanya Menembus Amerika dan Mendapat Apresiasi Internasional
Dedikasinya akhirnya membawa Ferry ke Amerika Serikat, tepatnya Colorado, setelah seorang klien di sana jatuh hati pada karyanya. Selama dua bulan, ia menato hampir 30 orang dan mendapatkan pengalaman baru yang memperluas wawasannya. Kesempatan itu membuatnya semakin yakin bahwa karya anak bangsa mampu bersaing di luar negeri. Bahkan, ia berencana kembali ke sana tahun depan karena undangan serupa terus berdatangan.
Tantangan Moral dan Pentingnya Kewaspadaan dalam Profesi
Meskipun dunia tato kini lebih diterima, Ferry tetap menghadapi tantangan baru, terutama dari klien yang bersikap tidak pantas. Karena itu, ia selalu waspada dan menjaga batas profesionalisme. Ia menegaskan pentingnya berpakaian sopan ketika melakukan tato di area tertentu agar tidak menimbulkan masalah. Baginya, menjaga keamanan dan kehormatan profesi sangat penting di era ketika segalanya mudah viral.
Semangat Belajar yang Tidak Pernah Padam
Menurut Ferry, perkembangan dunia tato yang sangat cepat membuat setiap seniman wajib terus belajar. Ia percaya, suatu hari seniman yang lebih tua bisa belajar dari generasi muda, karena kreativitas tidak mengenal batas usia. Dengan tekad itu, ia tetap bertahan, berkarya, dan mencintai profesinya tanpa ragu meski pernah dicap negatif di masa lalu.
