Tatoo Art Indonesia – Noko Nishikagi tumbuh seperti anak-anak lain. Ia sekolah, bermain, dan menikmati musik K-Pop. Namun, ada satu hal yang membedakannya dari teman sebayanya: ia belajar seni tato sejak kecil. Bocah asal Jepang itu sudah akrab dengan dunia gambar dan tinta berkat ayahnya, Gakkin, seorang seniman tato freehand terkenal. Sejak pindah ke Amsterdam pada 2016, keduanya makin sering bekerja berdampingan. Noko mengaku sudah melihat ayahnya menato sejak usia bayi, dan dukungan orang tuanya membuat ia semakin percaya diri mengasah bakatnya.
Lingkungan Keluarga yang Membentuk Keahliannya
Keluarga Noko memberikan ruang luas untuk eksplorasi kreatif. Gakkin tidak pernah menghalangi minat putrinya. Justru ia membimbing Noko mulai dari menggambar di buku hingga menato kulit silikon dan boneka. Saat berusia 6 tahun, Noko membuat tato pertamanya: gambar burung pipit yang ia beri nama Komajiro. Sang ayah menjadi klien pertamanya dan mengaku bangga. Noko baru merasa gugup ketika mulai menato orang lain, karena ia sadar tato bersifat permanen dan tidak boleh ada kesalahan.
Perjalanan Mengembangkan Gaya dan Teknik
Seiring waktu, Noko terus mengasah kemampuan. Ia mempelajari shading, pewarnaan, dan detail garis. Pada awalnya, ia menyukai warna cerah karena terinspirasi anime Pretty Cure. Namun, kini ia mulai memilih warna hitam seperti gaya karya ayahnya. Ia juga banyak terinspirasi dari seniman lain, seperti Sasha Unisex dan Nissaco. Buku Masterpieces: 150 Prints from the Birds of America menjadi sumber ide yang membuatnya semakin kreatif menciptakan desain baru.
Baca Juga : Kolaborasi BAPE® x Mitchell & Ness NBA Hadirkan Streetwear Bertemu Lapangan Basket
Tantangan Sosial di Jepang
Meskipun berbakat, perjalanan Noko tidak lepas dari tantangan. Di Jepang, tato masih dianggap tabu karena dikaitkan dengan yakuza. Banyak tempat umum seperti pemandian air panas dan kolam renang menolak pengunjung bertato. Seniman tato pun menghadapi aturan ketat dan bisa ditangkap jika membuka jasa tanpa izin medis. Meski begitu, orang tua Noko terus mendukung pilihannya. Gakkin percaya bahwa minat dan kreativitas Noko lebih kuat daripada stigma sosial yang menghambat.
Ketertarikan Publik dan Perkembangan Karier
Popularitas Noko berkembang pesat. Karya-karyanya menarik perhatian klien dari berbagai negara Eropa. Ia bahkan mendapat jadwal menato di konvensi tato internasional pertamanya di Singapura. Akun Instagramnya yang dikelola sang ibu dipenuhi komentar positif dan permintaan tato custom. Hingga kini, ia telah menyelesaikan puluhan karya, termasuk desain jamur hitam merah yang menjadi favorit para penggemar.
Harapan untuk Masa Depan Seni Tato di Jepang
Meskipun tinggal di Belanda, Noko tetap membawa suara untuk perubahan di Jepang. Ia berharap masyarakat mulai memahami bahwa tato tidak selalu berkaitan dengan kriminalitas. Menurutnya, banyak profesional seperti guru dan dokter yang memiliki tato, jadi stigma itu harus dihapus. Ia ingin suatu hari orang bertato bisa bebas masuk pemandian air panas dan kolam renang tanpa diskriminasi. Ia juga ingin terus menato sambil tetap melanjutkan sekolah dan menikmati masa kecilnya.
Dukungan Orang Tua sebagai Fondasi
Kesuksesan Noko tidak lepas dari peran keluarga. Orang tuanya memberi ruang belajar, membimbing, dan melindunginya dari stigma. Mereka juga mengajarkan bahwa menjadi seniman tato bukan hanya tentang teknik, tetapi juga tentang keberanian dan ketekunan. Dengan semangat tersebut, Noko bertekad tumbuh sebagai seniman tato profesional saat dewasa nanti, sambil terus membawa energi positif ke dunia seni.
