Tatoo Art Indonesia – Di tengah gempuran teknologi dan tren seni modern, nama Miyazo tetap berdiri kokoh sebagai penjaga tradisi. Seniman tato asal Osaka ini bukan sekadar pengrajin tinta di atas kulit. Ia adalah Masao Miyazaki, pewaris sah garis Horitsune, salah satu aliran tato tradisional Jepang paling dihormati.
Meski banyak seniman beralih ke mesin elektrik demi kecepatan dan efisiensi, Miyazo tetap setia pada teknik kuno bernama tebori — metode menato manual dengan tangan. Bagi Miyazo, tebori bukan hanya soal teknik, tetapi juga soal jiwa.
Mengenal Sosok Miyazo, Seniman Tato Tradisional dari Osaka
Nama aslinya adalah Masao Miyazaki, namun di dunia seni tato, ia lebih dikenal sebagai Miyazo—sebuah nama yang mencerminkan perpaduan antara warisan keluarga dan identitas artistiknya. Lahir dan besar di distrik Tennoji, Osaka, Miyazo tumbuh di tengah lingkungan yang kental dengan nilai-nilai tradisional dan seni visual. Ayahnya adalah seorang pengrajin ukir kayu, sedangkan ibunya seorang penenun kimono, yang membentuk dasar kepekaan artistik dalam dirinya sejak kecil.
Ketertarikannya pada seni tato mulai tumbuh saat remaja. Namun, di tengah masyarakat Jepang yang masih memandang tato dengan stigma negatif, pilihan jalan hidup ini tidak mudah. Ia sempat mengalami penolakan dari keluarganya dan kecaman sosial. Namun bagi Miyazo, tato adalah panggilan jiwa. Ia tak hanya ingin membuat gambar di kulit, tapi juga menghidupkan kembali sejarah yang perlahan terkikis.
Keputusannya untuk fokus pada gaya tradisional Jepang—dengan segala kompleksitas dan etika ketatnya—membuktikan bahwa ia bukan sekadar seniman biasa. Ia adalah pewaris nilai-nilai kuno yang memilih untuk menapak di jalan leluhur, bukan menyesuaikan diri dengan tren sesaat.
Pewarisan Langsung dari Garis Horitsune
Tidak banyak seniman tato di Jepang yang dapat mengklaim sebagai bagian dari garis keturunan Horitsune, sebuah nama yang dihormati dalam dunia irezumi karena konsistensi menjaga teknik, etika, dan filosofi tato Jepang yang orisinal. Miyazo menjadi salah satu murid langsung dari Horitsune II, yang memilihnya secara pribadi karena melihat kesungguhan dan integritas dalam karya-karyanya.
Garis Horitsune dikenal karena konsistensinya dalam mempertahankan nilai klasik, di antaranya penggunaan elemen-elemen simbolik seperti naga (ryu), ikan koi, oni, dan motif bunga khas Jepang. Lebih dari itu, proses belajar dalam tradisi ini sangat ketat: dimulai dari membersihkan studio, menggiling tinta, hingga menyiapkan peralatan secara manual. Barulah setelah bertahun-tahun magang, seorang murid bisa dipercaya untuk memegang alat tebori.
Bagi Miyazo, diterima sebagai bagian dari garis Horitsune bukan hanya pengakuan profesional, tapi juga tanggung jawab besar. Ia bukan hanya membawa nama besar itu ke masa kini, tapi juga wajib menjaga kehormatannya dengan cara mendidik generasi berikutnya dengan disiplin dan ketulusan yang sama.
Teknik Tebori: Cara Klasik yang Tetap Bertahan
Satu hal yang membuat karya Miyazo begitu dihormati adalah pilihannya untuk tetap menggunakan teknik tebori dalam seluruh proses pembuatan tato. Teknik ini berbeda jauh dari metode modern menggunakan mesin listrik. Dalam tebori, tinta ditorehkan secara manual menggunakan alat serupa stik bambu dengan ujung logam, yang digerakkan oleh tangan seniman secara ritmis dan penuh perhitungan.
Proses ini tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis, tetapi juga kekuatan tangan dan kesabaran luar biasa. Setiap goresan memerlukan konsentrasi tinggi dan kehati-hatian, karena tekanan yang salah sedikit saja bisa merusak simetri desain.
Miyazo pernah berkata dalam sebuah wawancara, “Tebori adalah meditasi. Saya dan klien menyatu dalam ritme, dalam rasa sakit yang perlahan berubah menjadi karya seni.” Tidak heran jika sebagian besar klien Miyazo bersedia menunggu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk mendapatkan giliran waktu dalam jadwalnya yang padat.
